Skenario Tuhan Jauh Lebih Indah
Menjalani
Hidup Dari Skenario Tuhan
Hay perkenalkan namaku Zila , seorang wanita kerdil
bak kurcaci yang sedang mengenyam Pendidikan di sebuah Universitas terbesar di
Sulawesi Tengah, Universitas Tadulako. Aku adalah anak pertama dari empat
bersaudara, sekaligus panutan bagi adik-adikku. Dalam kehidupan ini, banyak
cerita yang harus disingkap dan menjadi pelajaran hidup bagi pribadi kita.
Namun, kerap kali kita hanya mengabaikan itu. Beberapa hari ini, ada banyak
pelajaran hidup yang kutemui. Penyandang disabilitas dengan semangat hidupnya,
pelacur dengan rahasia terselubung yang sedikit dari kita yang mengetahui dan
para orang terlantar yang tidak terurus oleh keluarga dan negara.
Dahulu aku adalah orang yang sangat hedonisme.
Menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak ada gunanya. Dulu, aku tidak
pernah sedikitpun melihat kebelakang
untuk sejenak merenungi penderitaan orangtuaku. Hingga pada akhirnya
keluarga kami harus dikagetkan oleh kabar buruk yang membuat hati teriris hebat. Ayah harus pergi ke dunia
abadinya, meninggalkan segala harapku untuk membahagiakannya kelak.
Setelah ayah meninggal, Keuangan keluarga kami merosot
parah dan tak terkendali. Karena ayah telah tiada, Ibu terpaksa harus
menggantikan peran ayah sebagai kepala rumah tangga dan harus menghidupi 3
orang anaknya termasuk biaya pendidikannya. Aku adalah anak yatim, yang
mengenyam Pendidikan dengan biaya pemerintah. Aku sangat bersyukur, Tuhan
punya banyak cara yang indah untuk
membahagiakanku.
Hidup ini memang hanyalah sementara, kita melakonkan
kisah dari skenario tuhan tanpa tahu kedepannya akan seperti apa. Kita hidup
penuh perbedaan dan keterbatasan tanpa harus menggugat keadaan itu. Aku sangat
terkesima dengan keagunganmu tuhan, namun aku sangat terpukul jika harus
semenderita ini.
Tiba-tiba aku teringat dengan wanita pemulung itu.
Dengan usianya yang makin renta dan kulit yang makin mengeriput. Namun
semangatnya tidak pernah luntur walau
dengan tubuh yang makin lemah dengan langkah yang kian melemas dan terbata-bata. Tatkala
aku tersadar dan mengucap ampunan kepada Rabbku. Wanita itu mengingatkanku
untuk selalu bersyukur kepada sang pencipta tanpa harus menggugat segala
titahnya dan segala larangannya. Yakinkan dalam hati, bahwa jalan pintas akan
selalu ada bagi ia yang senantiasa berdoa dan berusaha. Setiap kita akan
merasakan kehilangan dan akan kembali kepada-NYA.
Tepat pukul 07:25 WITA, aku beranjak dari rumah menuju
kampus dengan penampilan yang sangat sederhana. Setelah ayah meninggal, Ibu
selalu mengajarkan anak-anaknya untuk selalu berpenampilan sederhana dan harus
selalu bersyukur atas apa yang kami miliki sekarang. Sekitar 10 menit perjalanan, akupun tiba di kampus
dan berjalan menuju muka kelas. Tidak cukup seperdua perjalanan menuju kelas,
langkahku terhenti ketika melihat wanita itu
lagi. Dengan pakaian compang-campingnya dan karung yang senantiasa menemaninya
dalam mengais sampah. Sama seperti hari kemarin, wajahnya masih tetap tersenyum
bahagia tanpa beban hidup. ingar bingar pertanyaan makin gaduh dan bersarang di
otakku.
Sontak naluriku berbisik, kemana keluarga ibu itu?,
mengapa hidupnya harus seperti itu ,tidak terurus dan amat kumuh. Aku tatap
lamat-lamat disekelilingku, bahkan tak seorangpun yang merasa iba kepada ibu
itu. Kelebatan sangka buruk seketika meliliti nalarku. Sejahat itukah kita yang
tak tahu rasa kemanusiaan? Namun seketika itu kutepis segala prasangka lalu aku
memutuskan untuk mendekati ibu itu.
“ Assalamualaikum ibu” Ucapku
“ Waalaikumsalam nak”, Balas ibu itu sambil tersenyum.
“ Ibu sudah sarapan?” tanyaku
“ Iya nak” jawabnya.
“Ibu, ayo ikut
saya. Saya ada sesuatu untuk ibu” titahku sembari mengajak pemulung itu di balik dinding gedung kelas.
“Ibu, ini ada sedikit rezeky untuk ibu. Ibu ambil yah,
beli makanan supaya ibu sehat terus” pungkasku pada ibu itu.
Seketika ibu
itu menampakkan wajah bahagianya, sambil mengucap terima kasih lalu kubalas
senyum hangat sambil kucium tangannya.
“ Nak, sudah berulang kali kamu beri ibu bantuan. Ibu
sangat berterima kasih nak. Semoga Semua kebaikan yang kamu berikan kepada ibu
ini, selalu berkah di hadapan Allah SWT”, Ucap ibu itu sambil meneteskan air
mata.
Sontak air mataku jatuh bercucuran hingga nafasku tak
bisa kuatur lagi karena tangisku yang kian pecah. Aku menangis tersedu-sedu melihat
ibu itu yang makin menua tanpa keluarga yang mendampingi.
Kulepaskan genggaman ibu itu secara perlahan, sembari
berkata “ Ibu aku pergi dulu yah, nanti lain kali kita ketemu lagi”.
“iya nak, hati-hati yah dan belajar yang rajin semoga
kamu bisa menjadi orang yang sukses dan bermanfaat bagi orang lain” balas ibu
itu.
Aku beranjak jauh menuju ruang kelas tertunduk menutup
wajah yang masih mengeluarkan air mata. Dengan lirih, aku berucap “ Ya Allah,
lindungilah ibu itu dan kumohon ya allah luaskanlah rejeki orangtuaku”. Kuseka
air mataku dan kulanjutkan perjalanan menuju ruang kelas untuk mengikuti proses
perkuliahan.
Diperjalanan pulang, lagi-lagi aku dikagetkan oleh
seorang pemulung sedang mengais sampah di tong sampah. Hatiku kemudian tergerak
untuk medekatinya dan menyodorkan sebuah kantong berisi nasi bungkus yang
kubeli sepulang kampus tadi. Namun pemulung itu menolak dan menatap nanar
kepadaku. Seketika tubuhku kaku dan takut akan tatapannya yang seakan marah dan
ingin memangsaku. Sesaat kemudian, dia palingkan wajahnya kearah tong sampah
itu lagi sembari mengacak-acak isinya. Dengan nada suara yang terbata-bata, aku
mencoba membuka percakapan. “ Hai pak, ini makan saja punyaku. Ini jauh lebih
bersih dibandingkan makanan yang ada di tong sampah itu”. Tanpa sadar, makanan
itu sudah ditepis olehnya dan mencoba mengusirku.
Aku bingung dengan semua tingkah lakunya. “ Hey,
jangan mendekatinya, dia tidak akan menerima makanan itu, dia itu orang gila”
teriakan lelaki diseberang jalan. Aku seperti disambar ketakutan karena
mendekati orang yang tuna pikiran alias gila. Aku mencoba mundur beberapa
langkah untuk menghindarinya yang sedari tadi menatapku galak. Kemudian aku
membalikkan badan dan berlari sekencang-kencangnya tanpa menoleh kebelakang. Ku
kira dia akan mengejarku, rupanya dia masih dalam keadaan sigap berdiri tidak
berpindah dari posisinya.
Karena merasa telah aman dari pemulung itu, akhirnya
aku berhenti dan menatap kembai ke arah pemulung itu. Dengan nafas yang
tersengal-sengal kucoba untuk menenangkan diri dan meminimalisir rasa takutku.
“ Ya Tuhan, skenariomu sunguh teka-teki bagiku,
hidupku bahkan yang kukira paling menderita, ternyata tertandingi oleh pemulung
itu. Ya Tuhan betapa bodohnya aku dalam mensyukuri segala nikmat yang kau berikan
kepada hambamu ini. Bahkan hamba selalu berputus asa dan menyerapahimu akan
penderitaan yang kerap kualami Ya Tuhan” gumamku dalam hati sembari meneteskan
air mata.
Ada
banyak skenario tuhan yang mesti kita pelajari di sekeliling kita. Namun, tak
jarang dari kita yang tidak pernah melirik akan hal itu. Mereka seakan
dimarginalkan oleh keadaannya yang seperti itu. Namun, ini menjadi pelajaran
hidup bagi kita semua, lebih banyak menebarkan kebaikan agar senantiasa percaya
bahwa, selain kita ada banyak orang yang lebih menderita bahkan jauh lebih
terpuruk dibanding kita yang hidup berkecukupan. Kebaikan tak harus perihal
sedekah materi, namun melalui senyum yang ikhlas dan saling menolong antar
sesama adalah cara sederhana menebarkan kebaikan.



Komentar
Posting Komentar